Friday 24 May 2013

nyanyian cinta di rantau




Nyanyian Cinta di Rantau


Kemelut tiada henti datang merayu
awal tahun yang begitu indahnya.
Terukir kepahitan
di selubung awan tanah kelahiran,
beranjak dewasa memasang panorama,
 menggapai hasrat yang timbul
di akal dan perbuatan.
Bunga idaman bermahkotakan
 kepala kerajaan
Ku tatap tagis
di matanya
Ku lihat senyum
di wajahnya

Aku berlari dari rimbunan teduhnya pohon,
 menjemput panas mentari
dan pengapnya udara malam.

Aku tertidur disana sejenak
di buai harapan
 masa depanku

Dalam tidurku;
Tiada pagi,
siang ku berjalan tawarkan kehidupan,
 menjemput rindu
yang sekian masa menoreh mimpi.
Mimpikan dunia
bertahtakan mutiara.
Mengejar rindu
sampai terlupa waktu,
dimana azan mengalun
 tiada aku hiraukan,
 dimana peluh mengguyur
aku tiada peduli.

Semangat muda bertalikan kepahitan.
Sekali mata tersenyum,
bertemu fajar
yang entah hari berselimut awan,
 tapi surga tersembunyi disebaliknya.

Aku rangkaikan kata
 meniti pertalian
dimana kedustaan terlupakan.
Berenang rakit ketepian
dan singgah di kemenangan,
kemenangan sesaat menggapai mimpi.
Tertawan hasrat menggapai rindu.

Cinta,
engkaulah cintaku,
 kasih sayangku,
penyejuk lukaku
yang kemarin tertoreh duri asmara
Aku gapai cinta,
bersama dia si lowet jingga
yang terpancar di pelangi indah.
Engkaulah bidadari hati
 yang sedang mandi di rintiknya hujan,
taburkan warna indah di langit.

Berkibar pergi.
Memahkotakan rindu dengan kemesraan,
yang aku takutkan.
Takut aku
dengan azab dan
 murka tuhan.
Mengapa cinta bisa sampai murka,
aku yang khilaf
atau unsur kesengajaan.

Ku ukir cinta di masa depan cinta
Engkaulah bunga hati suci
 yang aku campakan,
karena aku kumbang manja,
 menghisap manis madu
 di kelopak layumu.
Dan ku siram akar bunga itu
dengan madu harapan,
Tapi madu tiada harumkan lagi sucimu,

Dan waktu bergulir begitu manja,
 memapah asa membujuk dewasa.
Rimbun pohon yang bersahaja,
 halangi indah purnama
yang kemarin bulan aku tunggu

Entahlah dimana letak semuanya,
toh bunga yang seolah
 tak menghargakan kesungguhan cinta.

Aku tersenyum luka.
Mengenang awal dan akhir.
Berulangkali hati keresahan.
Tergilis rindu yang memilukan.

Dan kedustaan..
Disini..
Aku temukan rindu dan pengharapan.
Walau sekilas,
Tampak berjuta kesan.
Disini..
Aku tahu kecewa,
Setia,
Walau sekilas,
Membujuk jiwa untuk dewasa.

Disini..
 di tanah orang
Aku mengenal derita
Merasa
Menjadi pengajaran cukup bermakana.

Disini..
 sesakan mengusik mimpi
yang sekian hari
makin mendalam
Inikah yang namanya sesalan????

Aku coba cuci dengan air mata darah
 tiada kau luntur,
Ku berenang di lautan duri,
sampai badan bermandikan darah.
Nyata sesalan
 lebih menyakitkan.
Aku berbisik
pada sepoi angin yang melambai,
Dan aku menaburkan haruman kasturi
pada pangkuanku,
dan entah darimana bintang kau taburkan,
sementara langit gelap gulita

Aku terbangun dari tidurku:
Dan rindu
 bagai halilintar menyambar tubuhku,
Rindu mulai bertahta
dan menusuk hati akan sejuknya udara,
akan manisnya bidadari pagi

Ramahnya cinta
Ku tinggalkan sesalan kepahitan
yang berkubur di hati
dan kadang menggoda malam.
Keceriaan senda tawa teman seperjuangan,
kita tetap
 tiada terpisahkan waktu.
Waktu dimana enggan pertemukan kita.

Ku berjalan dan menoleh ke depan,
tampak senyuman,
anggukan,
menuntun air mata
 yang hampir kering
dan bergamti warna.

Indah nian alam ku pijak,
 menyankal persimpangan di dalamnya,
guyub dan kegotong royongan
 kehidupannya.

Ku tatap cinta
yang bertumpuk di gubuk reyotku,
penuh debu.

Bertahun waktu
tak pernah ku curahkan rindu.
Bersandar badan
di bangku-bangku bambu
 yang sempat aku bersihkan sejenak.

Ku tatap
rembulan di langitnya,
ku kejar awan yang berubah-ubah.
Menggambar hakikat hidup manusia.
Tiada tetap di satu martabat
Sesaat..

Ku peluk cinta
dan ku toreh segala pengalaman
 dimana rantau begitu kejam
Lebih kejam
dari kota kematian.

Wahai dunia..
 tidakkah engkau tahu,
aku pembawa ceria di siang
dan penjelajah mimpi
dikala malam.

Tapi tiada aku pahami dengan cinta,
Yang sering
singgah dan pergi.
Wahai dunia..
 di tahun mana
aku akan menuai cinta
seperti petani menuai padi semusim sekali
Dan di musim mana
aku akan menuai hasil cinta,
aku pelita hidup
dan memberi obor
kebimbangan
Apakah kematian indahku akan dicari dunia???

Carilah saat aku tiada
Alunkan kesedihanku
di setiap hari-harimu
Dendangkan cintaku
 yang akan aku simpan
di setiap
 kata-kata rinduku.

Aku mawar indah di taman mimpi,
tapi aku bukan putera padang pasir
yang mengenal banyak musim
Aku hanya anak gunung
 yang lahir di kampung pesawahan,
di padang ilalang,
dihimpit dua musim.

Naluriku cinta sejati bukan “Matrelialis dan Pancaroba”

No comments:

Post a Comment